Bagi Jali, 50 tahun, menjadi pengusaha kerupuk tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Maklum pada menjelang tahun 2000, dia dan sang istri Muniati, 42 tahun, tidak memiliki modal sepeser pun. Awalnya, pembuatan kerupuk dilakukan dengan cara tradisional. Bersama sang istri, dia pun membuat adonan kerupuk dengan peralatan seadanya. Setelah jadi kerupuk, dia mulai memasarkan hasil usahanya ke sejumlah warung di seputar kampung Pintu Air di kawasan kota Bekasi dan sekitarnya. Jali mengakui bahwa pada awalnya dia mengalami kesulitan memasarkan produksi usahanya ini. Maklum, Bekasi merupakan sentra kerupuk. Selain Jali, sudah ada sejumlah pengusaha kerupuk. Bahkan bisa dikatakan usaha kerupuk sudah menjamur di sana. Beberapa di antara pesaing Jali telah memiliki permodalan yang cukup besar.

Namun, hal itu tidak membuat Jali patah arang. Dengan ketekunan dan keuletannya mengelola bisnis kecil-kecilan ini, hasil produksinya mulai diminati konsumen. Seiring dengan semakin meningkatnya pesanan kerupuk, dia pun mulai mendapatkan harapan cerah terhadap industri kerupuk yang digelutinya ini. Perlahan tapi pasti, usaha yang digelutinya ini, mampu memberikan harapan bagi keluarganya. Dengan semakin banyaknya pesanan kerupuk hal ini dapat mengangkat perekonomian keluarganya.

Setelah dirasakan cukup mampu untuk bertahan, dia pun memberanikan diri untuk menambah modal usaha dengan bantuan pembiayaan. Bantuan modal ini jelas menyuntikkan ”darah segar” bagi geliat usahanya dalam peningkatan produksi dan memperluas jangkauan pemasaran. Dalam waktu yang bersamaan akhirnya Jali memberi label pada perusahaan kerupuk ini dengan nama Sinar, diharapkan menjadi trade mark kerupuk yang dihasilkan.

”Nama atau label ini hanya sebagai identitas usaha saja, karena ini sudah menjadi kebutuhan di pasaran,”ujarnya. Usaha pembuatan kerupuk ini pun lambat laun semakin diminati oleh konsumen. ”Produksi per harinya meningkat menjadi 2x lipat,” ujarnya. Perusahaan kerupuk Sinar yang kini mempekerjakan 60 karyawan ini, meski sempat mengalami pasang surut usaha, namun kerupuk Sinar tetap mampu bertahan dan eksis. ”Tidak dipungkiri selalu ada kendala usaha, tapi secara umum, usaha kami tetap dapat berjalan,” ungkapnya.

Jali mengaku, dengan semakin tingginya pesanan kerupuk dalam beberapa tahun terakhir, kualitas hasil produksi harus tetap dijaga. Menurut dia, kualitas kerupuk sangat mempengaruhi pelanggan. Jali mengaku tidak pernah mengurangi takaran bumbu- bumbu serta racikan ikan dan udang. Pasalnya, bila dikurangi, maka kualitas atau cita rasa kerupuk hasil produksinya turun.

Dia kerap kali kesulitan untuk meningkatkan jumlah produksi krupuk dan kesulitan cari tempat yang paling nyaman. Untuk itu, dia membutuhkan alat produksi dan tempat penyimpanan kerupuk dengan luas yang cukup memadai. Tepat pada tahun 2015, dia mendapatkan tawaran pembiayaan untuk usaha kecil menengah dari KSP Sahabat Mitra Sejati ( Sahabat UKM ). Tawaran pembiayaan modal UKM ini, langsung direspons olehnya. Dia mendapatkan persetujuan pembiayaan sebesar Rp 750 juta.

”Uang pembiayaan ini sebagian besar digunakan untuk menambah gudang penyimpanan kerupuk dan alat pembuat kerupuk,”tandasnya. Sarana infrastruktur tersebut menurutnya sangat membantu dalam pengembangan usaha yang dijalani. Dengan sarana yang memadai, usaha pembuatan kerupuk Sinar semakin maksimal dan mampu memproduksi dengan kualitas yang semakin baik.

Jali juga menceritakan, setelah mendapatkan bantuan modal dan pengembangan usaha dari Sahabat UKM, omzet penjualan pun terus merangkak naik.

Perlahan tapi pasti omzet usahanya semakin bertambah. Bahkan saat ini penghasilan per bulannya rata-rata mencapai Rp 240 juta. Pembiayaan modal usaha kecil menengah yang digulirkan Sahabat UKM, menurut Jali, dapat meningkatkan usahanya ini.”Kalau diberikan kredit usaha lanjutan, akan saya manfaatkan untuk pengembangan permodalan terutama modal untuk bahan baku produksi,” bebernya.